Indonesia merupakan negara yang banyak peraturan. Peraturan-peraturan tersebut diatur dalampembukaan undang-undang dan di landasi oleh pancasila. Jika tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut kita akan terkena sanksi berupa hukuman.
Salah satu masalah yang dihadapi bangsa ini adalah tidak adanya kepastian hukum. Belum terciptanya law enforcement di negeri ini terpotret secara nyata dalam lembaga peradilan. Media masa bercerita banyak tentang hal ini, mulai dari mafia peradilan, suap ke hakim, pengacara tidak bermoral sampai hukum yang berpihak pada kalangan tertentu.
Hingga sampai saat ini proses penegakan hukum masih buram. Reformasi hukum yang dilakukan hingga kini belum menghasilkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Keadilan masih dibayangi oleh kepentingan dan unsur kolusi para aparat penegak keadilan dinegeri yang ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ini.
Berbicara masalah reformasi hukum, tentu tidak terlepas dari peran berbagai pihak termasuk aparatur dan institusi yang bergerak di bidang hukum. Peran yang jelas tidak akan berarti apa-apa tanpa dukungan dan keterlibatan pihak lain terutama aparatur pemerintah yang bergerak diluar bidang hukum dan masyarakat secara umum.
Sistem hukum yang baik harus dimulai dari moral penegak hukum yang baik. Tapi di negeri ini moral penegak hukum sangat buram dan kacau. Karena baik polisi, jaksa, hakim, maupun pengacara terlibat dalam suatu mafia peradilan. Mereka melakukan proses jual beli, berdagang hukum diantara pelaku hukum tersebut. Moral dan keberanian dalam menegakan supremasi hukum masih minim dimiliki oleh penegak hukum di Indonesia. Sehingga banyak kasus-kasus hukum diselesaikan tetapi tidak memuaskan pelbagai pihak atau pun merugikan dilain pihak. Seperti saat ini,hanya mengambil 3 biji kakao dan 1 buah semangka sajarakyat miskin dituntut hukuman penjara selama 1 bulan dan 2 tahun sedangkan hukuman bagi para koruptor hanya ringan bahkan ada juga yang masih bebas berkeliaran.
Apakah keadilan hanya dimiliki para aparat, penguasa, dan orang-orang yang punya harta berlimpah?
Sedangkan rakyat kecil hanya jadi korban dari aparat-aparat negara yang tidak bertanggung jawab atas tugasnya?
Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen memperkuat proses legeslasi untuk memberdayakan hukum bagi masyarakat miskin. Pemberdayaan hukum akan menjadi proses perubahan sistemik, sehingga kaum miskin akan dapat menggunakan hukum untuk melindungi dan memajukan semua hak dan kepentingannya.
Mendapatkan bantuan hukum merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang. Hak asasi tersebut merujuk pada syarat setiap orang untuk mendapatkan keadilan, tak peduli dia kaya atau miskin. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian.
Berdasarkan pertimbangan, seyogianya fakir miskin dipelihara hak-haknya oleh negara (negara diwakili oleh pemerintah). Termasuk hak-hak untuk mendapatkan keadilan. Dalam praktiknya, fakir miskin atau yang diistilahkan sebagai masyarakat miskin, masih sulit untuk mendapatkan akses terhadap keadilan. Akses tersebut adalah jalan yang dilalui oleh masyarakat untuk menggapai keadilan di luar maupun di dalam pengadilan.
Kecenderungan negara berkembang, seperti Indonesia, ialah banyaknya masyarakat miskin di pedesaan. Peningkatan angka kemiskinan berdasarkan data tersebut di atas, menjadikan masyarakat miskin di pedesaan menjadi lebih menderita. Hal ini diperparah dengan penegakan hukum dan keadilan bagi masyarakat miskin di pedesaan di Indonesia yang telah sekian lama berjalan dengan buruk. Mekanisme penyelesaian masalah secara informal (musyawarah, pemerintah desa atau lembaga adat) menghadapi kendala budaya hirarki dan ketimpangan struktur kekuatan di tingkat lokal.
Profesionalisme para penegak hukum masih banyak dipertanyakan pelbagai kalangan. Isu mafia peradilan mewarnai kehidupan hukum di Indonesia. Independensi penegak hukum mulai dipertanyakan, bahkan seluruh pelaksana-pelaksana yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pemberi keadilan diragukan. Persamaan hak dihadapan hukum (equality before the law) hanya sekedar pemanis dalam pelaksanaan hukum.
Adnan Buyung Nasution (2005) memberikan tiga poin pokok dari access to justice yaitu, hak untuk menggunakan dan/atau mendapatkan manfaat dari hukum dan sistem peradilan guna mendapatkan keadilan dan kebenaran material, jaminan dan ketersediaan sistem serta sarana pemenuhan hak (hukum) bagi masyarakat miskin, dan metode atau prosedur yang dapat memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin.
Menurut Agustinus Edy Kristianto ada dua hal yang perlu disorot jika kita benar-benar serius memperhatikan pemenuhan hak rakyat miskin mendapatkan keadilan, dalam hal pemberian bantuan hukum. Yang pertama, memurnikan peran advokat dan komitmennya. Kedua, langkah konkrit negara untuk menata sistem bantuan hukum yang dijamin oleh undang-undang.
Niat baik untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin, marjinal, terpinggirkan, kurang diuntungkan pun membahana di seluruh pelosok negeri, termasuk di Indonesia. Tentu bukan tanpa alasan, tentu bukan tanpa tujuan dan motivasi. Bukan tidak mungkin berbeda-beda satu sama lainnya.
Tidak ada yang menolak tujuan mulia, terlebih meningkatkan akses keadilan bagi masyarakat miskin di negeri ini. Namun ketidakadilan di balik memperluas akses keadilan bagi masyarakat jelas sangat mengganggu nalar dan aspirasi keadilan itu sendiri.
Untuk mencegah proses jual beli dalam suatu mafia peradilan para penegak hukum harus mewujudkan keadilan yang selaras dengan mentalitas yang bermoral. Penegakan dan berbagai upaya pemerintah untuk mewujudkan keadilan yang dilakukan sekarang perlu mendapat dukungan positif dari semua eksponen bangsa. Apa yang telah dilakukan setidaknya merupakan itikad baik dari pemerintah untuk melaksanakan agenda reformasi. Belum tegaknya supremasi hukum dan indikasi adanya intervensi-intervensi dalam penegakan hukum di Indonesia menjadi tantangan kita semua.
Hukum merupakan patokan untuk mewujudkan keadilan menjadi barometer dalam kemajuan bidang lainnya. Masyarakat Indonesia pun harus memperjuangkan hukum yang bersih, independent, dan bebas dari kepentingan politik.
Rabu, 19 Mei 2010
TENSES
1) a. Simple present tenses
S + V1 + Object ......
Example : i eat rice every certain time
b. Present progressive tenses
S + to be + V1 + ing form + object ....
Example : i am playing football now
c. Present perfect progressive tenses
S + Has/Have + Been + V1+ Ing form + Object ....
Example : I have been staying in cilegon about 19 years
d. Present Perfect tenses
S + Has/Have + V3/Been + Object ....
Example : I have eaten when you come in
2) a. Simple past tenses
S + V2 + Object ....
Example : I ate rise because i felt hungry
b. Past progressive tenses
S + Was/were + V1 + Ing form + Object ...
Example : They were solving the problem while they sought this book
c. Past perfect progressive tenses
S + Had + been + V1 + ing form + Object ...
Example : He had been finishing his job for 4 o’clock
d. Past perfect tenses
S + Had + V3 + Object ...
Example : I had gone when he arrived at my home
3) a. Future tenses
S + Shall/will + V1/be + Object ...
Example : I shall understand all of his mind for the next chance
b. Future progressive tenses
S + Shall/will + be + V1 + Ing form + Object ..
Example : I will finishing this assignment after i sleep his afternoon in yesterday.
c. Future perfect progressive tenses
S + Shall/will + Have + been + V1 + ing form + Object ...
Example: I will have been walking.
d. Future perfect tenses
S + Shall/will + Have +V2/Be + Object
Example : She will have got the money buy the end of this week
4) a. Past future tenses
S + Should/would + V1 /Be + Object ..
Example : He would prepare the rise on the table before seven o’clock
b. Past future progressive tenses
S + Should/Would + Be/V1 + Ing form + Object...
Example : My daughter would be watching TV at eight o’clock
c. Past Future perfect progressive tenses
S + Should/would + have + been + V1 + Ing form + Object....
Example : I would have been swimming for 30 minutes when you called me yesterday.
d. Past Future perfect tenses
S + Should/would + have + V3 /Been + Object...
Example : They would have dared, if she had begun to talked.
S + V1 + Object ......
Example : i eat rice every certain time
b. Present progressive tenses
S + to be + V1 + ing form + object ....
Example : i am playing football now
c. Present perfect progressive tenses
S + Has/Have + Been + V1+ Ing form + Object ....
Example : I have been staying in cilegon about 19 years
d. Present Perfect tenses
S + Has/Have + V3/Been + Object ....
Example : I have eaten when you come in
2) a. Simple past tenses
S + V2 + Object ....
Example : I ate rise because i felt hungry
b. Past progressive tenses
S + Was/were + V1 + Ing form + Object ...
Example : They were solving the problem while they sought this book
c. Past perfect progressive tenses
S + Had + been + V1 + ing form + Object ...
Example : He had been finishing his job for 4 o’clock
d. Past perfect tenses
S + Had + V3 + Object ...
Example : I had gone when he arrived at my home
3) a. Future tenses
S + Shall/will + V1/be + Object ...
Example : I shall understand all of his mind for the next chance
b. Future progressive tenses
S + Shall/will + be + V1 + Ing form + Object ..
Example : I will finishing this assignment after i sleep his afternoon in yesterday.
c. Future perfect progressive tenses
S + Shall/will + Have + been + V1 + ing form + Object ...
Example: I will have been walking.
d. Future perfect tenses
S + Shall/will + Have +V2/Be + Object
Example : She will have got the money buy the end of this week
4) a. Past future tenses
S + Should/would + V1 /Be + Object ..
Example : He would prepare the rise on the table before seven o’clock
b. Past future progressive tenses
S + Should/Would + Be/V1 + Ing form + Object...
Example : My daughter would be watching TV at eight o’clock
c. Past Future perfect progressive tenses
S + Should/would + have + been + V1 + Ing form + Object....
Example : I would have been swimming for 30 minutes when you called me yesterday.
d. Past Future perfect tenses
S + Should/would + have + V3 /Been + Object...
Example : They would have dared, if she had begun to talked.
Senin, 07 Desember 2009
Hak Asasi Manusia
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali orang membicarakan pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Tetapi sering pula orang salah memahami bahwa demi melindungi haknya, seseorang berabggapan bahwa dirinya dapat melanggar hak orang lain dengan sengaja.
Hak Asasi Manusia merupakan hak hidup setiap insan. Hak tersebut merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada setiap manusia sebagai nilai utama dalam diri manusia. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan penistaan terhadap nilai kemanusiaan. Hak asasi ini bersifat universal, merat, dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Hak asasi manusia terdiri dari 2 hak yang paling fundamental yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Berdasarkan hak inilah maka lahir hak asasi manusia, dan tanpa adanya kedua hak ini maka sulit untuk menegakan hak-hak asasi yang lainnya.
Pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur,dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan di dalam UU No. 39 tahun 1999 yang menjelaskan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap ornag demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak-hak asasi manusia dapat meliputi berbagai bidang di antaranya :
1.Hak asasi pribadi,
2.Hak asasi ekonomi,
3.hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlakuan dalam keadilan dan pemerintah, atau hak persamaan hukum,
4.hak asasi politik,
5.Hak asasi sosial dan kebudayaan,
6.Hak asasi perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan dan perlindungan hukum.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam konteks ini, negara atau pemerintah menjamin dan mengatur batas-batasnya dan mengatur bagaimana hak-hak itu dilakukan demi kepentingan bersama, kepentingan rakyat, kepentingan warga negara, serta kepentingan bangsa dan negara.
Berbagai aturan tersebut termaktub dalam instrumen hak asasi manusia. Instrumen Ham tersebut adalah.
1.UUD 1945 yang memuat hak-hak asasi manusia cukup lengkap,
2.Tap. MPR No. XVII/MPR/1998 HAM,
3.UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
Kita sebagai warga negara dilindungi oleh Undang Undang. Dengan demikian, setiap pelanggaran terhadap hak orang lain sebagaimana termaktub dalam Undang Undang merupakan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Begitu pula pengingkaran terhadap kewajiban sebagai warga negara akan berakibat sanksi hukum, sebab snaksi tersebut merupakan salah satu konsekuensi pelanggaran.
Setiap orang ingin memperjuangkan hak-haknya, tetapi memperjuangkan hak diri sendiri tanpa menghiraukan hak orang lain akan mengakibatkan terjadinya kekacauan sosial. Alesan mengapa hak asasi perlu ditegakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai penghargaan terhadap hak kodrati manusia untukmelindungi hak kebahagiaan dan kepastian warga negara terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa negara.
Oleh karean itu, kita harus memperjuangkan hak-hak kita. Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar dari seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan yang merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan dilindungi oleh undang-undang.
Sekian tulisan singkat saya ini ,,,
wassalam'
Hak Asasi Manusia merupakan hak hidup setiap insan. Hak tersebut merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada setiap manusia sebagai nilai utama dalam diri manusia. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan penistaan terhadap nilai kemanusiaan. Hak asasi ini bersifat universal, merat, dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Hak asasi manusia terdiri dari 2 hak yang paling fundamental yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Berdasarkan hak inilah maka lahir hak asasi manusia, dan tanpa adanya kedua hak ini maka sulit untuk menegakan hak-hak asasi yang lainnya.
Pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur,dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan di dalam UU No. 39 tahun 1999 yang menjelaskan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap ornag demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak-hak asasi manusia dapat meliputi berbagai bidang di antaranya :
1.Hak asasi pribadi,
2.Hak asasi ekonomi,
3.hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlakuan dalam keadilan dan pemerintah, atau hak persamaan hukum,
4.hak asasi politik,
5.Hak asasi sosial dan kebudayaan,
6.Hak asasi perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan dan perlindungan hukum.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam konteks ini, negara atau pemerintah menjamin dan mengatur batas-batasnya dan mengatur bagaimana hak-hak itu dilakukan demi kepentingan bersama, kepentingan rakyat, kepentingan warga negara, serta kepentingan bangsa dan negara.
Berbagai aturan tersebut termaktub dalam instrumen hak asasi manusia. Instrumen Ham tersebut adalah.
1.UUD 1945 yang memuat hak-hak asasi manusia cukup lengkap,
2.Tap. MPR No. XVII/MPR/1998 HAM,
3.UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
Kita sebagai warga negara dilindungi oleh Undang Undang. Dengan demikian, setiap pelanggaran terhadap hak orang lain sebagaimana termaktub dalam Undang Undang merupakan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Begitu pula pengingkaran terhadap kewajiban sebagai warga negara akan berakibat sanksi hukum, sebab snaksi tersebut merupakan salah satu konsekuensi pelanggaran.
Setiap orang ingin memperjuangkan hak-haknya, tetapi memperjuangkan hak diri sendiri tanpa menghiraukan hak orang lain akan mengakibatkan terjadinya kekacauan sosial. Alesan mengapa hak asasi perlu ditegakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai penghargaan terhadap hak kodrati manusia untukmelindungi hak kebahagiaan dan kepastian warga negara terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa negara.
Oleh karean itu, kita harus memperjuangkan hak-hak kita. Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar dari seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan yang merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan dilindungi oleh undang-undang.
Sekian tulisan singkat saya ini ,,,
wassalam'
Keadilan Hukum Terhadap Hak Rakyat Miskin
Indonesia merupakan negara yang banyak peraturan. Peraturan-peraturan tersebut diatur dalampembukaan undang-undang dan di landasi oleh pancasila. Jika tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut kita akan terkena sanksi berupa hukuman.
Salah satu masalah yang dihadapi bangsa ini adalah tidak adanya kepastian hukum. Belum terciptanya law enforcement di negeri ini terpotret secara nyata dalam lembaga peradilan. Media masa bercerita banyak tentang hal ini, mulai dari mafia peradilan, suap ke hakim, pengacara tidak bermoral sampai hukum yang berpihak pada kalangan tertentu.
Hingga sampai saat ini proses penegakan hukum masih buram. Reformasi hukum yang dilakukan hingga kini belum menghasilkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Keadilan masih dibayangi oleh kepentingan dan unsur kolusi para aparat penegak keadilan dinegeri yang ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ini.
Berbicara masalah reformasi hukum, tentu tidak terlepas dari peran berbagai pihak termasuk aparatur dan institusi yang bergerak di bidang hukum. Peran yang jelas tidak akan berarti apa-apa tanpa dukungan dan keterlibatan pihak lain terutama aparatur pemerintah yang bergerak diluar bidang hukum dan masyarakat secara umum.
Sistem hukum yang baik harus dimulai dari moral penegak hukum yang baik. Tapi di negeri ini moral penegak hukum sangat buram dan kacau. Karena baik polisi, jaksa, hakim, maupun pengacara terlibat dalam suatu mafia peradilan. Mereka melakukan proses jual beli, berdagang hukum diantara pelaku hukum tersebut. Moral dan keberanian dalam menegakan supremasi hukum masih minim dimiliki oleh penegak hukum di Indonesia. Sehingga banyak kasus-kasus hukum diselesaikan tetapi tidak memuaskan pelbagai pihak atau pun merugikan dilain pihak. Seperti saat ini,hanya mengambil 3 biji kakao dan 1 buah semangka sajarakyat miskin dituntut hukuman penjara selama 1 bulan dan 2 tahun sedangkan hukuman bagi para koruptor hanya ringan bahkan ada juga yang masih bebas berkeliaran.
Apakah keadilan hanya dimiliki para aparat, penguasa, dan orang-orang yang punya harta berlimpah?
Sedangkan rakyat kecil hanya jadi korban dari aparat-aparat negara yang tidak bertanggung jawab atas tugasnya?
Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen memperkuat proses legeslasi untuk memberdayakan hukum bagi masyarakat miskin. Pemberdayaan hukum akan menjadi proses perubahan sistemik, sehingga kaum miskin akan dapat menggunakan hukum untuk melindungi dan memajukan semua hak dan kepentingannya.
Mendapatkan bantuan hukum merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang. Hak asasi tersebut merujuk pada syarat setiap orang untuk mendapatkan keadilan, tak peduli dia kaya atau miskin. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian.
Berdasarkan pertimbangan, seyogianya fakir miskin dipelihara hak-haknya oleh negara (negara diwakili oleh pemerintah). Termasuk hak-hak untuk mendapatkan keadilan. Dalam praktiknya, fakir miskin atau yang diistilahkan sebagai masyarakat miskin, masih sulit untuk mendapatkan akses terhadap keadilan. Akses tersebut adalah jalan yang dilalui oleh masyarakat untuk menggapai keadilan di luar maupun di dalam pengadilan.
Kecenderungan negara berkembang, seperti Indonesia, ialah banyaknya masyarakat miskin di pedesaan. Peningkatan angka kemiskinan berdasarkan data tersebut di atas, menjadikan masyarakat miskin di pedesaan menjadi lebih menderita. Hal ini diperparah dengan penegakan hukum dan keadilan bagi masyarakat miskin di pedesaan di Indonesia yang telah sekian lama berjalan dengan buruk. Mekanisme penyelesaian masalah secara informal (musyawarah, pemerintah desa atau lembaga adat) menghadapi kendala budaya hirarki dan ketimpangan struktur kekuatan di tingkat lokal.
Profesionalisme para penegak hukum masih banyak dipertanyakan pelbagai kalangan. Isu mafia peradilan mewarnai kehidupan hukum di Indonesia. Independensi penegak hukum mulai dipertanyakan, bahkan seluruh pelaksana-pelaksana yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pemberi keadilan diragukan. Persamaan hak dihadapan hukum (equality before the law) hanya sekedar pemanis dalam pelaksanaan hukum.
Adnan Buyung Nasution (2005) memberikan tiga poin pokok dari access to justice yaitu, hak untuk menggunakan dan/atau mendapatkan manfaat dari hukum dan sistem peradilan guna mendapatkan keadilan dan kebenaran material, jaminan dan ketersediaan sistem serta sarana pemenuhan hak (hukum) bagi masyarakat miskin, dan metode atau prosedur yang dapat memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin.
Menurut Agustinus Edy Kristianto ada dua hal yang perlu disorot jika kita benar-benar serius memperhatikan pemenuhan hak rakyat miskin mendapatkan keadilan, dalam hal pemberian bantuan hukum. Yang pertama, memurnikan peran advokat dan komitmennya. Kedua, langkah konkrit negara untuk menata sistem bantuan hukum yang dijamin oleh undang-undang.
Niat baik untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin, marjinal, terpinggirkan, kurang diuntungkan pun membahana di seluruh pelosok negeri, termasuk di Indonesia. Tentu bukan tanpa alasan, tentu bukan tanpa tujuan dan motivasi. Bukan tidak mungkin berbeda-beda satu sama lainnya.
Tidak ada yang menolak tujuan mulia, terlebih meningkatkan akses keadilan bagi masyarakat miskin di negeri ini. Namun ketidakadilan di balik memperluas akses keadilan bagi masyarakat jelas sangat mengganggu nalar dan aspirasi keadilan itu sendiri.
Untuk mencegah proses jual beli dalam suatu mafia peradilan para penegak hukum harus mewujudkan keadilan yang selaras dengan mentalitas yang bermoral. Penegakan dan berbagai upaya pemerintah untuk mewujudkan keadilan yang dilakukan sekarang perlu mendapat dukungan positif dari semua eksponen bangsa. Apa yang telah dilakukan setidaknya merupakan itikad baik dari pemerintah untuk melaksanakan agenda reformasi. Belum tegaknya supremasi hukum dan indikasi adanya intervensi-intervensi dalam penegakan hukum di Indonesia menjadi tantangan kita semua.
Hukum merupakan patokan untuk mewujudkan keadilan menjadi barometer dalam kemajuan bidang lainnya. Masyarakat Indonesia pun harus memperjuangkan hukum yang bersih, independent, dan bebas dari kepentingan politik.
Huda alfiansyah, FISIP, Ilmu Komunikasi kelas 1A 6662091022
Salah satu masalah yang dihadapi bangsa ini adalah tidak adanya kepastian hukum. Belum terciptanya law enforcement di negeri ini terpotret secara nyata dalam lembaga peradilan. Media masa bercerita banyak tentang hal ini, mulai dari mafia peradilan, suap ke hakim, pengacara tidak bermoral sampai hukum yang berpihak pada kalangan tertentu.
Hingga sampai saat ini proses penegakan hukum masih buram. Reformasi hukum yang dilakukan hingga kini belum menghasilkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Keadilan masih dibayangi oleh kepentingan dan unsur kolusi para aparat penegak keadilan dinegeri yang ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ini.
Berbicara masalah reformasi hukum, tentu tidak terlepas dari peran berbagai pihak termasuk aparatur dan institusi yang bergerak di bidang hukum. Peran yang jelas tidak akan berarti apa-apa tanpa dukungan dan keterlibatan pihak lain terutama aparatur pemerintah yang bergerak diluar bidang hukum dan masyarakat secara umum.
Sistem hukum yang baik harus dimulai dari moral penegak hukum yang baik. Tapi di negeri ini moral penegak hukum sangat buram dan kacau. Karena baik polisi, jaksa, hakim, maupun pengacara terlibat dalam suatu mafia peradilan. Mereka melakukan proses jual beli, berdagang hukum diantara pelaku hukum tersebut. Moral dan keberanian dalam menegakan supremasi hukum masih minim dimiliki oleh penegak hukum di Indonesia. Sehingga banyak kasus-kasus hukum diselesaikan tetapi tidak memuaskan pelbagai pihak atau pun merugikan dilain pihak. Seperti saat ini,hanya mengambil 3 biji kakao dan 1 buah semangka sajarakyat miskin dituntut hukuman penjara selama 1 bulan dan 2 tahun sedangkan hukuman bagi para koruptor hanya ringan bahkan ada juga yang masih bebas berkeliaran.
Apakah keadilan hanya dimiliki para aparat, penguasa, dan orang-orang yang punya harta berlimpah?
Sedangkan rakyat kecil hanya jadi korban dari aparat-aparat negara yang tidak bertanggung jawab atas tugasnya?
Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen memperkuat proses legeslasi untuk memberdayakan hukum bagi masyarakat miskin. Pemberdayaan hukum akan menjadi proses perubahan sistemik, sehingga kaum miskin akan dapat menggunakan hukum untuk melindungi dan memajukan semua hak dan kepentingannya.
Mendapatkan bantuan hukum merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang. Hak asasi tersebut merujuk pada syarat setiap orang untuk mendapatkan keadilan, tak peduli dia kaya atau miskin. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian.
Berdasarkan pertimbangan, seyogianya fakir miskin dipelihara hak-haknya oleh negara (negara diwakili oleh pemerintah). Termasuk hak-hak untuk mendapatkan keadilan. Dalam praktiknya, fakir miskin atau yang diistilahkan sebagai masyarakat miskin, masih sulit untuk mendapatkan akses terhadap keadilan. Akses tersebut adalah jalan yang dilalui oleh masyarakat untuk menggapai keadilan di luar maupun di dalam pengadilan.
Kecenderungan negara berkembang, seperti Indonesia, ialah banyaknya masyarakat miskin di pedesaan. Peningkatan angka kemiskinan berdasarkan data tersebut di atas, menjadikan masyarakat miskin di pedesaan menjadi lebih menderita. Hal ini diperparah dengan penegakan hukum dan keadilan bagi masyarakat miskin di pedesaan di Indonesia yang telah sekian lama berjalan dengan buruk. Mekanisme penyelesaian masalah secara informal (musyawarah, pemerintah desa atau lembaga adat) menghadapi kendala budaya hirarki dan ketimpangan struktur kekuatan di tingkat lokal.
Profesionalisme para penegak hukum masih banyak dipertanyakan pelbagai kalangan. Isu mafia peradilan mewarnai kehidupan hukum di Indonesia. Independensi penegak hukum mulai dipertanyakan, bahkan seluruh pelaksana-pelaksana yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pemberi keadilan diragukan. Persamaan hak dihadapan hukum (equality before the law) hanya sekedar pemanis dalam pelaksanaan hukum.
Adnan Buyung Nasution (2005) memberikan tiga poin pokok dari access to justice yaitu, hak untuk menggunakan dan/atau mendapatkan manfaat dari hukum dan sistem peradilan guna mendapatkan keadilan dan kebenaran material, jaminan dan ketersediaan sistem serta sarana pemenuhan hak (hukum) bagi masyarakat miskin, dan metode atau prosedur yang dapat memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin.
Menurut Agustinus Edy Kristianto ada dua hal yang perlu disorot jika kita benar-benar serius memperhatikan pemenuhan hak rakyat miskin mendapatkan keadilan, dalam hal pemberian bantuan hukum. Yang pertama, memurnikan peran advokat dan komitmennya. Kedua, langkah konkrit negara untuk menata sistem bantuan hukum yang dijamin oleh undang-undang.
Niat baik untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin, marjinal, terpinggirkan, kurang diuntungkan pun membahana di seluruh pelosok negeri, termasuk di Indonesia. Tentu bukan tanpa alasan, tentu bukan tanpa tujuan dan motivasi. Bukan tidak mungkin berbeda-beda satu sama lainnya.
Tidak ada yang menolak tujuan mulia, terlebih meningkatkan akses keadilan bagi masyarakat miskin di negeri ini. Namun ketidakadilan di balik memperluas akses keadilan bagi masyarakat jelas sangat mengganggu nalar dan aspirasi keadilan itu sendiri.
Untuk mencegah proses jual beli dalam suatu mafia peradilan para penegak hukum harus mewujudkan keadilan yang selaras dengan mentalitas yang bermoral. Penegakan dan berbagai upaya pemerintah untuk mewujudkan keadilan yang dilakukan sekarang perlu mendapat dukungan positif dari semua eksponen bangsa. Apa yang telah dilakukan setidaknya merupakan itikad baik dari pemerintah untuk melaksanakan agenda reformasi. Belum tegaknya supremasi hukum dan indikasi adanya intervensi-intervensi dalam penegakan hukum di Indonesia menjadi tantangan kita semua.
Hukum merupakan patokan untuk mewujudkan keadilan menjadi barometer dalam kemajuan bidang lainnya. Masyarakat Indonesia pun harus memperjuangkan hukum yang bersih, independent, dan bebas dari kepentingan politik.
Huda alfiansyah, FISIP, Ilmu Komunikasi kelas 1A 6662091022
Langganan:
Postingan (Atom)